KETIKA BUMI MEMINTA SUNYI
- Kamis, 24 Februari 2022
- Lina Herlina, S.Pd.
- 0 komentar

Wahai manusia
Engkau sang penghuni bumi
Kau getarkan aku dengan kehidupanmu
Kau ramaikan aku dengan gelaran sandiwaramu
Kau tumpahi aku dengan keluh kesahmu
Kau puaskan nafsumu dengan memuja dosa
Wahai manusia
Kau terlahir di hamparan tanahku
Kelak kau terbenam di kedalaman tanahku jua
Apa yang telah kau perbuat untuk aku semasa nafas kehidupan kau hirup
Kau hanya menginjak, menjelajah, merenggut dan meraup paksa
Segala denyut nadiku hingga berdetak lemah
Wahai manusia
Dalam kekuasaan dan kekasaranmu aku selama ini hanya diam
Ketika aku sekali kali murka namun kau tetap tak pernah mengerti
Aku gertakkan ragaku lewat gempa
Aku hempaskan air mataku lewat tsunami
Aku kobarkan amarahku lewat meletusnya gunung merapi
Aku teriakkan emosiku lewat petir banjir longsor nan membahana
Wahai manusia
Apakah tak punya mata untuk melihat betapa carut marutnya alam cantikku
Atau kau tak punya telinga untuk mendengar betapa kerasnya jerit tangisku
Atau jangan-jangan kau memang tak punya hati untuk merasakan kesakitanku atas segala sampah serapahmu
Kini aku hanya meminta sunyi
Melalui makhluk mini 150 nanometer yang tak bisa kau lihat
Seperti selama ini kau tak pernah melihatku
Kini aku hanya meminta hening
Melalui deru tentara covid-19 ku yang tak kan kau dengar
Seperti selama ini kau tak pernah mendengarku
Kini aku hanya meminta senyap
Melalui kekuatan daya replikasiku yang tak kan kau rasakan
Seperti selama ini kau tak pernah merasakanku
Mungkin akan terasa lama
Tapi percayalah hanya sejenak saja
Agar langit kembali biru
Agar hutan kembali hijau
Agar laut kembali jernih
Dan yang paling kuharapkan
Agar kau tak buta, tak tuli dan tak hilang rasa lagi
Wahai manusia
Allah telah ciptakan mata telinga dan hati
Gunakanlah untuk menjalani kehidupan dengan baik
Agar ketika kau terlahir baik maka kelak kau kembali kepadaNya
dalam keadaan yang lebih baik