Sahabat Till Jannah
- Senin, 28 Februari 2022
- Team_IT_smpn3cileunyi
- 1 komentar

Oleh Falisha Azra Rifaya, Kelas VII C
Hai, namaku Chika Lestari. Aku kelas Vlll di SMP Tunas Ceria. Aku anak tunggal, tidak memiliki saudara kandung. Aku seringkali merasa kesepian di rumah, tidak seperti teman-temanku yang lain. Mereka bahagia penuh tawa dan canda, di setiap pojok rumah mereka terlihat begitu hangat.Tetapi di sisi lain, aku sangat bersyukur karena Tuhan telah mengirimkan sosok-sosok luar biasa dalam hidupku. Mereka adalah ayah dan ibu yang sangat mencintaiku dengan sepenuh hati. Kita memang bukan dari keluarga terpandang dan mapan tetapi aku yakin itu bukanlah alat ukur kebahagiaan dan setiap rencana-Nya selalu yang terbaik untuk hamba-Nya.
Satu lagi sosok luar biasa dia adalah sahabat terbaikku, Reyna Wulandari namanya. Aku bersyukur bisa dipertemukan dengannya yang banyak mengajarkanku arti kehidupan. Kami bersahabat sejak lama, saat kami menginjak kelas dua Sekolah Dasar. Masih teringat jelas di ingatanku saat itu begitu terpuruknya mentalku. Ketika diri ini menerima kenyataan bahwa aku harus kehilangan seorang Ibu, bahkan di fase itu aku menerima cercaan dari teman-teman sekolahku. Namun Reyna ada menguatkanku juga membelaku saat mereka terus menjatuhkan mentalku. Kebaikan Reyna yang aku ceritakan, hanya sedikit dari semua kebaikan yang pernah Reyna lakukan untukku.
Pada hari ini Jumat, 20 Agustus 2021, pagi-pagi bersama ayahku, Reyna sahabatku beserta ayahnya. Kami akan pergi bersama ke puncak gunung Salak. Membayangkan betapa menyenangkannya hari ini membuatku ingin segera kesana.
“Assalammualaikum Chikaa!” teriak Reyna di halaman rumah yang membuat ku terkejut.
“Wa’alaikumusalam Reyna, Waaaah kamu sudah datang sepagi ini, Rey?” tanyaku.
“Ya iya lah, Chik. ‘Kan aku gak sabar mau kepuncak bareng sahabatku. Aku gak mau kamu nunggu lama he he he …’’ jawab Reyna.
“Emmmm, begitu rupanya, baiklah!” pungkas Chika.
“Kita naik mobil aku yaa, sudah aku persiapkan kok tapi ada kendala sepertinya pak supir dan ayahku belum juga tiba di sini. Kita tunggu yaa,” kata Reyna dengan semangat dan senyum manis.
”Jazaakillahi khairan…! Yaa maaf sudah merepotkan,” jawab Chika.
”Waiyyaki fajazakillahi khayran.Ttidak merepotkan kok. sahabatku, Kita ‘kan akan bersenang-senang bersama.”
“Terimakasih yaa dek Reyna sudah menyiapkan transportasinya. Baik, kita tunggu di dalam rumah yaa,” pungkas Ayahku. Kami pun bergegas masuk ke dalam rumah.
Matahari mulai naik, hari pun berubah menjadi siang. Terdengar suara mobil menghampiri.
“ Misi non Reyna, mohon maaf tadi mobilnya baru keluar dari bengkel.” ucap Pak Sopir.
“Maafkan ayah yaa, Nak dan semuanya jadi menunggu,” sahut ayah Reyna.
“Iya ayah, tidak apa-apa kok, Yah! Tidak apa-apa Pak Supir. Ya sudah Pak Supir, ayo kita berangkat sekarang saja,” ajak Reyna.
”Baik non,” jawab Pak Supir.
Kamipun bergegas masuk ke dalam mobil beserta perlengkapan dan peralatan lengkap kepuncak. Kita saling bercerita di dalam mobil. Ayah kami pun, tak kalah seru berbincang di jok depan. Dua jam sudah perjalanan menuju gunung Salak, dan akhirnya sampai ketempat tujuan.
“Aduh,lama banget perjalanannya Chik,’’ keluh Reyna.
“Sabar Rey, belum juga sampai ke puncaknya. Sekarang kita ke ayah, yuk!” kataku sambil sambil menarik tangan Reyna.
“Eh, tapi Reyna, kamu janji ya, jangan tinggalin aku sampai kapan pun!’’ sontak air mata ku mengalir.
“Iya, aku janji. Jangan nangis, Chika. Aku kan, sahabat kamu. Mana mungkin aku tinggalin kamu,” jawab Reyna dengan pelukan hangatnya pada Chika.
Kami pun bergegas pergi menuju puncak. Di perjalanan yang begitu mengasyikan penuh canda tawa bersama Reyna. Hari mulai larut, kami akhirnya sampai di pos ke -13 dan beristirahat sebentar di sana. Tepat pukul 17.00 WIB, kami sampai di puncak dan membangun tenda di sana. Kamipun bersama melantunkan ayat suci dengan begitu lirih, sarat akan makna yang menyentuh jiwa.
”Uhukk…,uhuk ...” suara batuk terdengar sontak membuatku terhenti. Ternyata yang batuk adalah Reyna. Wajahnya pucat, aku bergegas mendekatinya. Kugenggam tangannya yang terasa dingin. Terlihat pula bercak darah ditangannya, membuat jantungku berdegup kencang beriringan dengan pikiran-pikiran buruk yang tak ingin terjadi. Ayah Reyna memeluk erat putri yang sangat ia cintai. Terpandang jelas ketulusan cinta yang terpancar dari seorang ayah kepada anaknya, membuatku tak tahan mengeluarkan air mata kesedihan. Akupun cepat memeluk ayahku, yang sama-sama melihat momen menyedihkan di hadapan kami.
”Maafkan Reyn, Ayah!.Maafkan aku Chika. Apabila selama ini aku pernah menyakiti hatimu. Maafkan Reyna, Ayah! Belum bisa menjadi anak yang berbakti kepada Ayah. Ayah doakan Reyna yaa …, agar Reyna bisa bertemu Allah di Surga-Nya. Maafkan aku, Chika. Aku, belum bisa jadi sahabat yang baik untuk kamu. Semoga, kita bertemu lagi di Surga. Laa Ilaha Illallah ...“ ucapan terkhir Reyna yang begitu menusuk jiwaku. Atas kenyataan bahwa sahabat terbaikku, Reyna telah pergi untuk selamanya.
Tangis dan doa mengiringi momen kepergiaan Reyna. Ayah Reyna begitu tegar menghadapi kenyataan ini. Ia sosok ayah yang sangat baik. Aku memohon pada Allah, kelak aku bisa bertemu dengan Reyna sahabatku, beserta orang-orang yang aku cintai di dunia ini. Kita kembali dipertemukan di surga. Sungguh sedih dan terpukul. Aku masih tetap yakin dan selalu yakin bahwa takdir selalu yang terbaik bagi hamba-Nya. Disetiap kejadian bahkan daun yang jatuh, sudah Allah tentukan sejak dulu di Lauh Mahfuz, Allah selalu memberikan hikmah dan pelajaran di setiap peristiwa begitupun dengan kepergian Reyna, aku belajar untuk sabar dan ikhlas bahwa kita semua adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.
BIODATA PENULIS
Assalammu’alaikum semuanya,perkenalkan namaku Falisha Azra Rifaya, aku lahir di Bandung, pada tanggal 13 Juni 2008, kini berarti usiaku menginjak 13 tahun. Aku saat ini mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Cileunyi. Aku sangat senang menulis, dengan menulis kita bisa menyalurkan bakat dan juga menyampaikan ilmu dan wawasan kepada pembaca. Salam Literasi
Falisha Azra Rifaya