PENGEMBANGAN KOMPETENSI SOSIAL DAN EMOSIONAL DALAM PEMBELAJARAN
- Kamis, 24 Februari 2022
- Lina Herlina, S.Pd.
- 0 komentar

Ki Hajar Dewantara memaknai tujuan pendidikan sebagai upaya menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa jika pendidikan tidak menciptakan kebahagiaan bagi siswanya maka dapat dikatakan sudah menyalahi kodratnya.
Pendidikan sebagai upaya mengantarkan siswa pada pencapaian kebahagiaan hendaknya bisa menciptakan paradigma belajar yang menyenangkan, dipahami tujuannya oleh siswa dan dijalani prosesnya dengan perpaduan pengembangan potensi pengetahuan, sikap dan keterampilan. Dengan demikian dapat tercipta budi pekerti sebagaimana menurut Ki Hajar Dewantara yaitu keseimbangan antara cipta (kognitif), karsa (afektif) sehingga menciptakan karya (psikomotor).
Berbicara mengenai keseimbangan, maka pendidikan tidaklah cukup apabila siswa hanya mengembangkan kemampuan akademiknya saja. Siswa juga perlu mengembangkan berbagai aspek lainnya, salah satunya adalah aspek sosial dan emosionalnya. Oleh karenanya guru hendaknya memiliki pemahaman tentang upaya pengembangan kompetensi sosial dan emosional siswa agar dapat mengantar siswa pada pencapaian kebahagiaan baik dalam proses belajar ataupun terlihat dari hasil belajarnya. Dengan terciptanya perasaan bahagia, maka secara alami siswa merasakan kebutuhan akan belajar serta diharapkan akan menjadi pembelajar sejati sebagaimana filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Peran guru dalam mengembangkan kompetensi sosial dan emosional siswa secara optimal sangatlah penting. Namun sebelum guru dapat membantu siswa hendaknya guru perlu belajar memahami, mengelola, dan menerapkan pembelajaran sosial dan emosional dalam dirinya. Sebaiknya guru dapat belajar menumbuhkembangkan aspek sosial dan emosional dalam dirinya dengan pendekatan kesadaran penuh melalui berbagai kegiatan praktek, diskusi ataupun refleksi yang dilakukan selama mengajar.
Dalam program pendidikan guru penggerak yang sedang dipelajari penulis, terdapat lima aspek pembelajaran sosial dan emosional yang penting dipelajari yaitu (1) kesadaran diri pengelolaan emosi, pengelolaan diri dan fokus, (3) kesadaran sosial, keterampilan berempati, (4) keterampilan berhubungan sosial, daya lenting (resiliensi), dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Kesadaran diri pengelolaan emosi merupakan suatu keadaan seseorang untuk menyadari sepenuhnya (mindfulness) tentang apa yang paling dirasakannya saat sedang merasa ada masalah. Misalnya saat berada dalam kondisi yang tertekan atau terancam baik karena tuntutan yang terlalu besar atau terlalu banyak, maka biasanya respons seseorang terhadap hal tersebut adalah merasa stress namun juga merasa kesulitan mengidentifikasi sedang merasakan emosi seperti apa. Emosi-emosi bisa muncul akibat reaksi fisik, aktivitas pikiran dan pengaruh budaya. Terdapat enam emosi dasar pada kita manusia. Enam emosi tersebut yaitu takut, jijik, marah, kaget, bahagia, dan sedih.
Kesadaran penuh (mindfulness) memiliki korelasi yang tinggi terhadap kesadaran diri sebagai kompetensi pembelajaran sosial dan emosional. Pemahaman mengenali emosi seperti ini dapat membantu baik guru maupun murid untuk dapat merespon terhadap kondisinya sendiri secara lebih tepat . Itu sebabnya penting untuk menerapkan latihan berkesadaran penuh (mindfulness) sambil mengembangkan kompetensi kesadaran diri (self awareness). Untuk mencapai pemahaman kesadaran diri dan mampu mengenali emosi, maka dapat mencoba mempraktikkan kesadaran penuh (mindfulness) dengan Teknik STOP agar mengembalikan pada kondisi sebenarnya saat ini.
Teknik STOP yang dimaksud adalah S berarti Stop atau berhenti dari kegiatan yang apapun yang sedang dilakukan. T berarti Take a breath atau tarik nafas dalam yaitu sadari saat napas masuk, sadari napas keluar, rasakan udara segar yang masuk melalui hidung, rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung, lakukan 2-3 kali, napas masuk, napas keluar. O artinya Observe atau amati yaitu amati apa yang dirasakan pada tubuh, amati perut yang mengembang sebelum membuang napas, amati perut yang mengempes saat membuang napas, amati pilihan-pilihan yang dapat anda lakukan. P artinya Proceed atau lanjutkan . Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.
Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, guru dapat meningkatkan kemampuan merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak pada wellbeing diri guru, tetapi dapat membantu guru menjadi role-model bagi siswa-siswa di sekolah.
Kompetensi berikutnya dalam pembelajaran sosial dan emosional adalah kompetensi kesadaran sosial (social awareness). Dalam kesadaran sosial ini diharapkan dapat membangun kemampuan untuk menempatkan diri dan melihat perspektif orang lain. Empati merupakan kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan perasaan-emosi orang lain sehingga dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah mampu melihat dari kaca mata orang lain, seeorang dapat menghargai dan memahami konteksnya. Apa saja yang mendasari perilaku, sikap dan cara berpikir orang tersebut. Bob dan Megan Tschannen-Moran (2010) menggambarkan empati sebagai sikap menghormati, tidak salah memahami dan mengapresiasi pengalaman orang lain.
Dalam prakteknya, guru hendaknya dapat mencoba memposisikan diri pada perasaan dan hal-hal yang sedang dialami siswa dan menerima sepenuhnya keadaan tersebut. Saat siswa diterima secara penuh, maka siswa tersebut akan belajar untuk menerima dan memahami orang lain dengan lebih mudah. Guru hendaknya dapat mengajarkan keterampilan berempati dengan cara mencontohkannya langsung melalui sikap dan tindakannya.
Keterampilan berempati merupakan keterampilan yang membantu seseorang memiliki hubungan yang hangat dan lebih positif dengan orang lain. Empati mengarahkan untuk mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, melainkan juga belajar merespon orang lain dengan cara yang lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain sehingga lingkungan yang inklusif akan terbentuk. Menanamkan empati dapat dilakukan dengan langkah yang paling sederhana yaitu dengan menaruh perhatian pada perasaan orang lain misalnya dengan bertanya apa yang dirasakan orang tersebut, apa yang mungkin akan dia lakukan, apa yang saya rasakan jika mengalami kejadian yang sama.
Empati merupakan keterampilan yang bisa dilatih untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk melatih empati dalam diri misalnya menaruh perhatian pada perasaan orang lain, berpikir sebelum berbicara atau bertindak, meyakini bahwa setiap orang berbeda, memberi dukungan pada orang lain meskipun berbeda pandangan.
Selain kedua kompetensi di atas, kompetensi berikutnya adalah keterampilan berhubungan sosial daya lenting (resiliensi). yaitu kemampuan individu untuk merespons tantangan atau trauma yang dihadapi dengan cara-cara sehat dan produktif (Reivich dan Shatte, 2002). Resiliensi tidak menghilangkan kesulitan dalam hidup, tetapi membuat seseorang mampu kembali bangkit dari kesulitan, memberikan kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan dan terus melangkah maju.
Berproses menjadi resilien perlu mampu memanfaatkan berbagai sumber. Terdapat tiga sumber resiliensi individu yaitu: I have (Saya memiliki), I am (Saya adalah), dan I can (Saya dapat), dan ketiganya berinteraksi dalam menentukan bagaimana resiliensi seseorang. I have (Saya memiliki) merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan besarnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar yang saya miliki. Kualitas penentu pembentukan resiliensi dari sumber ini, terdiri dari hubungan yang dilandasi kepercayaan, struktur & peraturan dalam keluarga, model-model peran, dorongan untuk mandiri, akses terhadap fasilitas umum (kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan). I am (Saya adalah) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan dalam diri (didalamnya terdapat perasaan, sikap, dan keyakinan individu). Kualitas penentu terdiri dari penilaian personal bahwa diri memperoleh kasih sayang dan disukai, empati, peduli dan cinta, bangga akan diri sendiri, bertanggung jawab dan terima konsekuensi atas tindakannya serta optimis, percaya diri dan memiliki harapan. I can (Saya dapat) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan usaha yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memecahkan masalah menuju kekuatan diri (kemampuan menyelesaikan persoalan, keterampilan sosial dan interpersonal). Kualitas penentu terdiri dari kemampuan berkomunikasi, pemecahan masalah, kemampuan mengelola emosi dan dorongan, kemampuan mengukur temperamen diri dan orang lain serta kemampuan menjalin hubungan yang penuh kepercayaan.
Kompetensi lainnya adalah , dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL) menjelaskan bahwa pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sesungguhnya adalah kemampuan yang jika secara konsisten dan berkelanjutan ditumbuhkan dan dibiasakan sejak dini, akan memungkinkan seseorang untuk bertumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan lebih berdaya lenting (resilience) dalam menghadapi segala konsekuensi yang harus dihadapi akibat keputusan yang dibuat dalam hidupnya.
Kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab tidak datang secara alami. Kemampuan ini perlu dengan sengaja ditumbuhkan. Seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk dapat melakukan hal tersebut seseorang perlu belajar bagaimana mengevaluasi situasi, menganalisis alternatif pilihan mereka, dan mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri dan orang lain. Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil), dan How (Bagaimana hasilnya). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.
Demikianlah paparan mengenai pengembangan kompetensi sosial dan emosional yang dapat diberikan kepada siswa dan juga dikembangkan terlebih dahulu oleh guru dalam kesehariannya saat melaksanakan proses pembelajaran. Diharapkan dengan penguasaan kompetensi sosial dan emosional ini akan tercapai kebahagiaan siswa dalam belajar serta. Jika guru dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosionalnya, diharapkan guru dapat mendidik siswa secara menyeluruh dan seimbang antara pencapaian potensi akademik dan juga sosial dan emosional. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Aristoteles, mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali. Educating the mind, without educating the heart, is not education at all.